Sejarah Singkat Berdirinya SMPK Immaculata Ruteng Hingga Setengah Abad

“Dari Mencari Murid di Kampung-Kampung Sampai Kebanjiran Murid”

SMPK Immaculata Ruteng

Sejarah Singkat Berdirinya SMPK Immaculata Ruteng Hingga Setengah Abad

“Dari Mencari Murid di Kampung-Kampung Sampai Kebanjiran Murid”

Oleh Ferdinandus M. Sehadung, S. Sos

 

Lembaga pendidikan ini diberi nama Immaculata yang berarti takbernoda. SMPK Immaculata Ruteng adalah sebuah lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Yayasan Dian Yosefa dahulu Yayasan ini bernama St. Gabriel. Lembaga pendidikan ini didirikan pada 9 September 1955 di Ruteng oleh konggregrasi SSpS oleh Sr. Dorothildis, SSpS.

Sejak awal lahirnya SMPK Immaculata menggambarkan keberanian, ketabahan, dan keprihatinan para suster SSpS akan Pendidikan bagi perempuan Manggarai. Keprihatinan akan wujud cinta dan kecintaan mereka terhadap masyarakat Manggarai dinyatakan lewat upaya mendirikan Sekolah Keterampilan Putri (SKP) Immaculata, yang awalnya amat sederhana dengan siswi hanya 40 orang. Semangat yang terpancar dari tatapan lugu perempuan-perempuan itulah yang membuat Sr. Dorothildis, SSpS memberanikan diri untuk mendirikan SKP Immaculata.

Pada tahun 1956 kepemimpinan SKP di bawah Sr. Designata, SSpS yang dibantu oleh Ibu Mathildis Maga Bataona. Pada tahun yang sama SKP mulai berkembang dengan bertambahnaya murid menjadi 74 orang. Setahun kemudian SKP Immaculata dipimpin oleh Sr. Paulo, SSpS dengan jumlah murid mencapai 77 orang dengan jumlah ruang belajar 3 kelas pada 9 Agustus 1957.

Semangat juang dan pengabdian para suster perintis pendidikan immaculata saat itu tidak pernah padam dengan upaya yang dilakukan yaitu menelusuri kampung-kampung untuk mencari murid. Para menunggang kuda sebagai alat transportasi untuk menjangkau wilayah dan tipografi kampung-kampung di Manggarai kala itu. Pada saat itu para suster berhasil mendapatkan 10 orang siswi dari kampung Rekas Manggarai Barat pada tahun 1958. Pada tahun 1959 terdapat tambahan murid sebanyak 26 orang untuk kelas satu.

Pengaruh perkembangan politik pada saat itu yang belum kondusif mewarnai sisi lain perjalanan pendidikan SKP Immaculata. Pada saat itu tepatnya 15 April 1960 pemerintah melarang tenaga asing masuk kelas yang mengakibatkan Sr. Dorothildis, SSpS harus menjadi ketua ujian akhir SKP untuk terakhir kalinya. Hal tersebut mengakibatkan diangaktnya Sr. Deiflora SSpS sebagai kepala sekolah, yang kala itu baru mengikrarkan kaul pertamanya.

Sementara itu, Sr. Paulo, SSpS tetap berikhtiar mencari murid ke kampung-kampung dengan menunggang kuda. Usahanya tidak sia-sia sehingga tahun itu ia berhasil memperoleh 24 orang siswi. Tahun yang sama tepatnya 18 Desember 1960 Mgr. Van Bekkum memberkati gedung SKP Immaculata untuk pertama kalinya. Acara pemberkatan gedung berlangsung meriah dengan diadakan berbagai pameran hasil kerajian tangan para siswi seperti minuman dan hasil jahitan.

Upaya Sr. Paulo, SSpS dalam mencari murid terus dilakukan. Pada tanggal 18 Maret 1961 ia pergi ke daerah Wae Rana Manggarai Timur yang mana di sana sudah terdapat SKP dengan 2 ruang kelas dibawah pimpinan Sr. Camsia, CIJ. Pada saat pencarian siswi nasib malang menimpah Sr. Paulo, SSpS kecelakaan yang menyebabkan ia terjatuh dari kuda tunggakannya yang mengakibatkan cedera di tanggan dan di larikan ke Rumah Sakit Lela, Maumere untuk dirawat.

Pada bulan Agustus 1961 jumlah siswa kian bertambah siswi kelas 1 menajadi 30 orang dan setahun kemudian (1962) bertambah menjadi 98 orang yang ditampung dalam 3 ruang kelas. Pembinaan kehidupan rohani para siswi juga menjadi salah satu perhatian para suster SSpS kala itu. Oleh karena itu pada bulan November 1962, para siswa melakukan retret yang dipimpin oleh Pater Klisan, SVD.

Pada 25 Mei 1963 Muder Regional dan Sr. Designata, SSpS tiba dengan tuan-tuan Miserior dari Jerman dan mengunjungi SKP. Menghadapi tamu-tamu tersebut para siswi SKP disiapkan dengan keterampilan yaitu kelas IV A jurusan memasak, IV B menjahit, kelas III les teori Bahasa Indonesia, kelas II mencuci/ seterika dan kelas I dengan tarian adat, menyanyi untuk para tamu tersebut.

Dua tahun kemudian, tepatnya 16 November 1965, Sr. Lydwide, SSpS datang menggantikan Sr. mengganti Sr. Deiflora, SSpS yang akan memasuki probasi (persiapan menuju kaul kekal) di Hokeng. Tanggal 26 Januari 1968 Kota Ruteng diguncang bencana alam gempa hebat gedung SKP mengalami rusak parah. Pada tahun yang sama Sr. Deiflora, SSpS mencoba memberikan les tambahan bagikira-kira 20 orang siswi pada sore hari. Perubahan kurikulum pun terjadi di SKP. Pada tahun 1974 penyelenggaraan Ujian Akhir untuk murid SMP dan SKP sedikit berbeda. Siswa -siswi SMP mengikuti ujian akhir seperti biasa sebagaimana yang dilakukan saat ini setelah mereka menempuh pendidikan selama tiga tahun. Akan tetapi, para siswi SKP masih harus menghabiskan 1 tahun lagi agar dapat mengikuti Ujian Akhir untuk mendapatkan ijazah SKP.

Pada tahun 1969 SKP dipimpin Sr. Mektilde, SSpS dan tanggal 15 November 1972 Sr. Arnoldena, SSpS pindah dari SKKP Maumere menggantikan Sr. Mektilde, SSpS di Ruteng dan Sr. Mektilde, SSpS dipindahkan ke Maumere untuk memimpin SKKP di sana. Pada saat yang sama Sr. Deiflora, SspS dipindahkan ke Ndora Ngada.

Tahun 1975 tanggal 19 Oktober digelar perayaan Beato Arnoldus Jansen dan Yosef Freinademenetz dengan meriah.Tiga tahun kemudian (1978) Sr Marselina, SSpS datang untuk mengajar di SKKP dan SMP. Pada tanggal 1 April 1979 SKKP Immaculata Ruteng dengan resmi berubah menjadi SMP Immaculata Ruteng melalui SK Badan pengurus Yayasan St. Gabriel Pusat 3 Maumere Daerah Tingkat II Sikka yang ditandatangani oleh ketua Yayasan St. Gabriel Pusat yaitu Sr. Magdalena Labuan, SSpS.

Ujian perdana diselenggarakan pada 25 Mei 1980 dan jumlah siswa 37 orang diantaranya meraih hasil yang baik. Tahun 1981-1989 Sr. Deflora SSpS memimpin Yayasan St. Gabriel Maumere, dan tahun 1986 Sr. Maria Goretti SSpS menjadi ketua Yayasan St. Gabriel cabang Ruteng. Pada tahun yang sama Sr. Praksedes, SSpS menggantikan Sr. Marselina,SSpS di SMP Immaculata Ruteng karena Sr. Marselina, SSpS melanjutkan pendidikan keUniversitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Kemudian 5 Februari 1989 Sr. Praksedes, SSpS yang berangkat ke Philipina digantikan sementara oleh Sr. Gabrie linda, SSpS yang waktu itu sebagai pemimpin komunitas HTM Ruteng. Pada tahun 1989-1991 Sr. Deiflora, SSpS kembali memimpin SMP Immaculata. Pada saat memimpin kondisi fisik Sr. Deiflora, SSpS kurang bagus, namun hal tersebut tidak memudarkan semangatnya yang tinggi ia mampu mengalahkan keadaan kesehatanya yang kurang bagus, karena kondisi kesehatan yang kurang bagus Sr. Deiflora, SSpS digantikan sementara sebagai kepala sekolah oleh seorang guru senior Bapak Yosef Dadut dan pada akhirnya dipimpin oleh Sr. Pauly, SSpS.

Banyak nilai perjungan yang diteladani oleh para pendahulu dan pencinta pendidikan dalam lembaran sejarah itu. Hal ini tentu memberikan kematangan dan kelebihan tersendiri bagi SMP Immaculata sebagai lembaga pendidikan. Semua perjuangan itu adalah sebuah spirit dan juga biaya yang mahal harganya yang harus dikenang dan dibayar oleh generasi sekarang.

Dalam keterbatasan dahulu para perintis telah berbuat banyak hal. SMP Immaculata Ruteng telah memainkan peran signifikan dalam ranah pendidikan di kawasan Manggarai bahkan di tingkat regional dan nasional. SMP Immaculata telah mewarnai dunia pendidikan Manggarai lembaga ini telah melahirkan banyak pemikir, imam, pastor, dokter, guru, wartawan, pejabat pemerintah, dan sebagainya. Mereka berkarya di setiap lini bidang kehidupan baik di dalam dan di luar negri. Dalam usia yang matang dan perjalanan yang cukup jauh ini banyak hal yang sudah dilewati hingga saat ini suka dan duka yang patut dicatat dalam sejarah pendidikan di Manggarai.

 

 

LINK TERKAIT